Rabu, 11 September 2013

Abu Dzarr Al-Ghifari RA

Abu Dzarr berasal dari daerah Ghifar, sebuah perkampungan di antara kota Makkah dan Yatsrib (Madinah). Penduduknya adalah orang-orang Badui, yang dikenal sebagai para penunggang kuda yang sangat tangkas. Pada zaman jahiliah, penduduk Ghifar sering merampok kafilah-kafilah pedagang yang lewat di daerahnya
Sebelum masuk Islam Abu Dzarr adalah pemimpin perampok dari Ghifar yang bersama pengikutnya merampok orang-orang kaya. Hasilnya ia bagi-bagikan kepada fakir miskin. Mirip dengan kisah Robin Hood yang terkenal itu.
Keislaman Abu Dzarr bermula dari saudaranya yaitu Anis al-Ghifari yang saat itu baru pulang dari Makkah. Anis bercerita kepadanya bahwa ia bertemu dengan seorang Nabi yang menyebarkan ajaran yang mewajibkan orang kaya memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin.
Nabi pembawa agama baru ini sangat mengecam orang yang tidak memperhatikan orang lemah, seperti anak yatim dan fakir miskin. Berita ini memberikan daya tarik yang luar biasa pada diri Abu Dzarr.
Abu Dzarr kemudian menuju Makkah lalu terang-terangan mengucapkan kalimat syahadat di dekat Ka’bah. Padahal para sahabat lainnya masih takut menyatakan keislamannya kepada publik karena ancaman dan penganiayaan kaum musyrik Makkah terhadap kaum muslim. Benar saja, setelah mengucapkan dua kalimat syahadat di depan publik, Abu Dzarr disiksa kaum musyrik Makkah sampai tubuhnya berlumuran darah.
Setelah itu, ia kembali ke kampung halamannya dan mengajak sanak saudaranya masuk Islam. Beberapa bulan setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, Abu Dzarr membawa rombongannya dari kabilah Ghifar dan Aslam ke Madinah.
Mereka menyatakan sumpah setia kepada Nabi Muhammad SAW. Kesetiaan beliau terlihat ketika dalam perjalanan menuju medan Perang Tabuk melawan Kerajaan Byzantium. Pada musim panas yang sangat kering itu, keledai Abu Dzarr melemah sehingga tertinggal di belakang rombongan. Abu Dzarr kemudian meninggalkan keledainya dan memikul bawaannya dengan terseok-seok sehingga tertinggal jauh dari rombongan Rasulullah SAW.
Ketika rombongan Rasulullah SAW sedang beristirahat, seorang sahabat melihat kepulan debu jauh di belakang. Rasulullah SAW dan rombongan berharap itu Abu Dzarr, karena ia tak terlihat di antara rombongan. Begitu tiba di hadapan Rasulullah SAW, ia roboh. Bibirnya kering kehausan.
Setelah diberi air minum dan siuman, kantong airnya ditemukan masih penuh dengan air. Ketika Rasulullah SAW bertanya, mengapa ia tidak meminumnya, ia menjawab, “Di tengah perjalanan aku menemukan mata air. Lalu aku minum sedikit dan merasakan kenikmatan luar biasa. Setelah itu aku bersumpah, tidak akan minum lagi sebelum Nabi meminumnya terlebih dahulu.” Tampak perasan haru di wajah Nabi Muhammad SAW. Kemudian seperti memandang jauh ke depan Beliau berkata, “Engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian, dan engkau akan mati dalam kesendirian, tetapi serombongan orang yang saleh dari Irak kelak akan mengurus pemakamanmu.”
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Abu Dzarr merupakan salah seorang sahabat yang memperkuat pasukan Muslim. Ia juga termasuk di antara pasukan Amr ibn As yang melakukan penaklukan Mesir pada masa Khalifah Umar ibn Khatab. Atas partisipasinya, ia dan rekanrekannya mendapatkan sebidang tanah di Fusthath, Mesir. Namun jatah tanah itu ia tinggalkan dan memilih bermukim di Hijaz.
Bersama Miqdad ibn Amr dan Salman al-Farisi, ia menjadi ksatria dalam pasukan Ali ibn Abi Talib. pada 32 H/652 M, Abu Dzarr menyaksikan Gubernur Mu’awiyah ibn Abu Sufyan membangun istana gubernur yang sangat megah.
Abu Dzarr berkata kepada Mu’awiyah, “…kalau engkau membangun istana dengan hartamu, itu berlebih-lebihan.Kalau engkau membangun dengan harta rakyat, engkau berkhianat.”
Dzarr ditangkap dan dikirim kepada Khalifah Utsman bin Affan di Madinah. Oleh Khalifah Utsman, Abu Dzarr beserta keluarganya dibuang ke Rabadzah, sebuah padang gersang jauh di luar kota Madinah.
Dalam perjalanan menuju pembuangan itu, Ali ibn Abi Thalib, sahabatnya yang turut mengantarnya di samping para petugas berkata, “Wahai Abu Dzarr, engkau takut kepada mereka karena dunianya. Mereka takut kepada engkau karena keyakinanmu.”
Kematian Abu Dzarr di Rabadzah persis seperti yang diprediksi oleh Rasulullah SAW, yaitu dalam keadaan sendirian. Sebelum Abu Dzarr wafat, istrinya terlebih dahulu meninggal dunia. Ketika menjelang ajal, ia berpesan kepada anaknya, “Pergilah ke atas bukit, di sana ada orang Irak yang akan mengurus penguburanku.
Sampaikan kepada mereka jangan kafani aku dengan kain kafan yang dibeli dari upah pegawai pemerintah.” Sejenak setelah anaknya beranjak pergi, ia menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Di kalangan sufi, Abu Dzarr dipandang sebagai perintis gaya hidup sufi. Sepanjang hidupnya ia memilih hidup dalam kefakiran meskipun punya peluang untuk hidup kaya. Di kalangan ahli hadits, Abu Dzarr dikenal sebagai periwayat hadis. Ia meriwayatkan 281 hadis Nabi Muhammad Rasulullah SAW, yang mana 31 hadis diantaranya diriwayatkan Bukhari dan Muslim dalam kitab Sahih-nya. (BAM)
Referensi: Ensiklopedi Tasawuf, Tim UIN Syarif Hidayatullah, Penerbit Angkasa (2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar